Selasa, 07 Mei 2013

PENGARUH EMOSI PADA BELAJAR

Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar ( Meiner dalam Khodijah, 2009:174). Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Penjelasan tentang hal ini dapat diambil dari teori tentang struktur dan cara kerja otak, yaitu Otak Triune. Menurut teori ini, otak manusia terdiri dari manusia terdiri dari tiga bagian dan pemanfaatan seluruh bagian otak dapat membuat belajar lebih cepat,lebih menarik, dan lebih efektif. Dari ketiga bagian otak tersebut, bagian otak yang memainkan peran dalam belajar adalah neokoerteks, sedang yang memainkan peran besar dalam emosi adalah sistem limbik. Jika siswa mengalami emosi positif, maka sel-sel saraf akan mengirim impuls-impuls positif ke neokorteks dan proses belajar pun dapat terjadi. Sebaliknya, jika siswa mengalami emosi negatif, maka tertutup kemungkinan untuk timbulnya impuls-impuls yang mendorong belajar, tetapi yang terjadi adalah meningkatnya fungsi mempertahankan diri terhadap emosi yang tidak menyenangkan. Akibatnya,proses belajar menjadi lamban atau bahkan terhenti.
            Karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi yang positif pada diri pelajar. Jika siswa mengalami emosi positif, mereka dapat menggunakan neokorteks untuk tugas-tugas belajar. Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Lingkungan yang dimaksud di sini mencakup lingkungan fisik dan lingkungan psikologis. Lingkungan fisik menmcakup penataan ruang kelas dan penataan alat bantu belajar, sedang lingkunagan psikologis mencakup penggunaan musik untuk meningkatkan hasil belajar. Penataan ruang kelas, seperti penataan tempat duduk, pajangan, dan penyediaan wewangian, memainkan peranan penting dalam menciptakan emosi positif dalam belajar. Bayangkan jika siswamasuk ke ruang kelas yang pengab dan bau dengan dinding yang kosong atau pajangan, serta susunan bangku yang membosankan, maka sulit diharapkan mereka dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
            Selain penataan ruang kelas, penggunaan alat bantu belajar yang menarik dan musik yang lembut juga sangat membantu dalam penciptaan lingkungan belajar yang menyenangkan dan dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Penggunaan alat bantu menimbulkan “rasa” yang lebih baik dari penjelasan yang diberikan oleh guru, sedang irama, ketukan, dan keharmonisan musik mempengaruhi gelombang otak dan detak jantung, juga membangkitkan perasaan dan ingatan ( Lozanov seperti yang dikutip oleh DePorter, Reardon, dan Singer-Nourie, (dalam Khodijah, 2009: 176). Dalam hal ini, penelitian menunjukkan bahwa jenis musik yang tepat untuk merangsang dan mempertahankan lingkungan belajar yang optimal adalah musik barok (Bach, Corelli, Tartini, Vilvadi, Handel, Pachelbel, Mozart) dan musik klasik (Satie, Rachmaninoff). Karena struktur kord melodi dan instrumentasi kedua jenis musik tersebut membantu tubuh untuk mencapai keadaan waspada tetapi relaks (Schuter dan Gritton, seperti yang dikutip oleh Lozanov, seperti yang dikutip oleh DePorter, Reardon, dan Singer Nourie, 2000 (dalam Khodijah, 2009:176).
         Hal yang tidak kalah pentingnya dalam penciptaan  emosi positif adalah dengan penciptaan kegembiraan belajar. Menurut Meier, (dalam Khodijah, 2009:176), kegembiraan belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana kelas yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi, kegembiraan berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh dan terciptanya makna, pemahaman, dan nila yang membahagiakan pada diri si pemelajar.

KECERDASAN EMOSI
           Emotional Intellegance atau kecerdasan emosi diperkenalkan pertama kali oleh Peter Salovory dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire  Mujid dan Mudzakir, (dalam Khodijah, 2009:177). Istilah ini kemudian menjadi sangat terkenal di seluruh dunia semenjak seorang psikolog New York bernama Daniel Goleman menerbitkan bukunya yang berjudul Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ pada tahun 1995.
          Goleman (dalam Khodijah, 2009:177) menyatakan bahwa kecerdasan umum (intelegensi) semata-mata hanya dapa saja, sedang 80% lainnya adalah apa yang disebutnya Emotional Intelligence. Bila tidak ditunjang dengan pengolahan emosi yang sehat, kecerdasan saja tidak akan menghasilkan seorang yang sukses hidupnya dimasa yang kan datang ( Goleman, dalam Khodijah, 2009:177). Menurut Salovey dan Mayer seperti yang dikutip dalam Mujib dan Mudzakir (dalam Khodijah, 2009:177), kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali emosi diri sendiri, mengelola, dan mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat. Memotivasi diri sendiri, mengenali orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya secara sehat .terutama dalam berhubungan dengan orang lain.
         Unsur terpenting dalam kecerdasan emosi ini adalah empati dan kontrol diri Empati artinya dapat merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain.terutama bila orang lain dalam keadaan malang sedangkan kontrol diri adalah kemampuan untuk mengendalikan emosi  sendiri sehingga tidak mengangu hubungan dengan orang lain.
            Kecerdasan emosi perlu ditumbuhkan semenjak anak masih kecil melalui naskah emosi yang sehat. Tujuan mengajarkan naskah memori yang sehat ( healthy emotion script) adalah agar naskah emosi yang sehat ini dapat diinternalisasi anak sejak dini dan dbawa terus oleh anak dan berinteraksi dengan orang lain bila ia dewasa kelak. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan baik oleh orang tuamaupun guru dalam rangka mengajarkan naskah emosi yang sehat pada anak, diantaranya ( Wimbarti, dalam Irfan dkk (dalam Khodijah, 2009:178): 
  • Ajarkan nilai-nilai budaya setempat dimana anak hidup. Apabila anak hidup di Yogyakarta, tanamkan nilai budaya jawa yang benar, meski orang tuanya berasal dari budaya lain.
  • Kenali dulu emosi-emosi anak yang menonjol, baruajarkan anak untuk mengenali emosi-emosi itu.  Berilah nama dari emosi anak yang menonjol. Misalnya: anak sering menangis bila apa yang dimaunya tidak segera dituruti. Katakan padanya bahwa ia sedang marah, dan kita tahu bahwa dia marah kehendaknya tidak terkabul.
  •  Kenalkan anak tentang emosi anak dengan car lain selain kata-kata . Ekspresikan emosi anda dengan bahasa tubuh atau dengan ekspresi wajah. Misalnya rangkullah dia bila sedang duuk berdua, cium dia bila anda sedang berbahagia, dekap ia bila sedang pedih, cemberutkan wajah bila kita tidak berkenan dengan perilakunya , dan sebagainya.
  • Buatlah disiplin yang konsisten pada diri kita agar anak belajar menghormati otoritas. Menghormati otoritas sangat diperlukan untuk  menghindarkan ia dari tindakan yang tidak benar.
  • Ajarkan pada anak ekspresi emosi yang dapat diterima oleh lingkungan. Misalnya: perasaan sedih karena tidak dapat membeli sesuatu yang tidak boleh diekspresikan dengan menangis meraung-raung di toko, bahwa bila ada tetangga meninggal jangan menghidupkan radio keras-keras, bila sedang berbahagia jangan tertawa terbahak-bahak sampai langit-langit mulut terlihat lawan bicara.
  • Tunjukkan  perilaku kita sendiri yang diimitasi atau ditiru oleh anak secara langsung. Misalnya: memberi sedekah pada pengemis, mengajak ke panti asuhan.
  • Pupuk rasa empati dengan memelihara ternak atau hewan peliharaan lain. Ajak anak mengamati tingkah laku hewan itu dan mendiskusikan kira-kira hewan itu sedang merasakan apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar