Ditinjau dari sejarahnya, Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) di Indonesia mulai diperhatikan oleh pemerintah secara
sungguh-sungguh dan mencakup rentang usia 0-6 tahun sejak tahun 2002. Dengan
demikian pengembangan PAUD yang mencakup rentang usia 0-6 tahun secara nasional
baru berjalan selama 7 tahun. Namun karena pemahaman dan kemauan masyarakat
selama ini sudah sangat bagus, sehingga hanya dalam kurun waktu 7 tahun Angka
Partisipasi Kasar APK-PAUD sudah mencapai 15,3 juta (53,6%). Saat ini PAUD
sudah menjadi “Gerakan Masyarakat Secara Nasional (National Public Movement)
masyarakat sehari-hari sudah terbiasa membicarakan pentingnya PAUD bagi masa
depan putra-putrinya.
Pada masa usia
dini anak mengalami masa keemasan (the
golden years) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif
untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda,
seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual.
Masa peka adalah
masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi
yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar
untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio
emosional, agama dan moral.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan
sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu
upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidijan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal,
nonformal, dan informal.
Pembelajaran
pada anak usia dini adalah proses pembelajaran yang dilakukan melalui bermain.
Ada lima karakteristik bermain yang esensial dalam hubungan dengan PAUD
(Hughes, 1999), yaitu: meningkatkan motivasi, pilihan bebas (sendiri tanpa
paksaan), non linier, menyenangkan dan pelaku terlibat secara aktif.
Kondisi SDM Indonesia berdasarkan
hasil survey yang dilakukan oleh PERC (Political and Economic Risk Consultancy)
pada bulan Maret 2002 menunjukkan kualitas pendidikan Indonesia berada pada
peringkat ke-12, terbawah di kawasan ASEAN yaitu setingkat di bawah Vietnam.
Rendahnya kualtias hasil pendidikan ini berdampak terhadap rendahnya kualtias
sumber daya manusia Indonesia.
Dalam kondisi seperti ini tentunya
sulit bagi bangsa Indonesia untuk mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
Pembangunan sumber daya manusia yang dilaksanakan di Negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan sebagainya, dimulai dengan pengembangan
anak usia dini yang mencakup perawatan, pengasuhan dan pendidikan sebagai
program utuh dan dilaksanakan secara terpadu. Pemahaman pentingnya pengembangan
anak usia dini sebagai langkah dasar bagi pengembangan sumber daya manusia juga
telah dilakukan oleh bangsa-bangsa ASEAN lainnya seperti Thailand, Singapura,
termasuk negara industry Korea Selatan. Bahkan pelayanan pendidikan anak usia
dini di Singapura tergolong paling maju apabila dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN lainnya.
Pentingnya pendidikan anak usia dini
telah menjadi perhatian dunia internasional. Dalam pertemuan Forum Pendidikan
Dunia tahun 2000 di Dakar Senegal menghasilkan enam kesepakatan sebagai
kerangka aksi pendidikan untuk semua dan salah satu butirnya adalah memperluas
dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama
bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung, Indonesia sebagai salah
satu anggota forum tersebut terikat untuk melaksanakan komitmen ini.
Di Indonesia pelaksanaan PAUD masih
terkesan ekslusif dan baru menjangkau sebagian kecil masyarakat. Masih rendahnya layanan pendidikan dan perawatan bagi anak
usia dini saat ini antara lain disebabkan masih terbatasnya jumla lembaga yang
memberikan layanan pendidikan dini jika dibanding dengan jumlah anak usia 0-6
tahun yang seharusnya memperoleh layanan tersebut. Berbagai program yang ada
baik langsung (melalui Bina Keluarga Balita dan Posyandu) yang telah ditempuh selama
ini ternyata belum memberikan layanan secara utuh, belum bersinergi dan belum
terintegrasi pelayanannya antara aspek pendidikan, kesehatan dan gizi. Padahal
ketiga aspek tersebut sangat menentukan tingkat intelektualitas, kecerdasan dan
tumbuh kembang anak.
Perhatian dunia internasional
terhadap urgensi pendidikan anak usia dini diperkuat oleh berbagai penelitian
terbaru tentang otak. Pada saat bayi dilahirkan ia sudah dibekali Tuhan dengan
struktur otak yang lengkap, namun baru mencapai kematangannya setelah di luar kandungan.
Bayi yang baru lahir memiliki lebih dari 100 milyar neuron dan
sekitar satu trilyun sel glia yang berfungsi sebagai perekat
serta synap (cabang-cabang neuron) yang akan membentuk bertrilyun-trilyun
sambungan antar neuron yang jumlahnya melebihi kebutuhan. Synap ini akan
bekerja sampai usia 5-6 tahun. Banyaknya jumlah sambungan tersebut mempengaruhi
pembentukan kemampuan otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaringan otak
dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak pada awal-awal tahun kehidupannya,
terutama pengalaman yang menyenangkan. Pada fase perkembangan ini akan memiliki
potensi yang luar biasa dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, matematika,
keterampilan berpikir, dan pembentukan stabilitas emosional.
Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk
memberikan pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi
untuk mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini sepatutnya
juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada
proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan
anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya
interaksi manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari
hubungan kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia
dini.
Memasuki
abad XXI dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar.
Pertama, sebagai akibat dari multi krisis yang menimpa Indonesia sejak tahun
1997, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil
pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era
globalisasi, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia
yang berkualitas, sehingga mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga,
sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan
penyesuaian system pendidikan nasional, sehingga dapat mewujudkan proses
pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keragaman potensi, kebutuhan
daerah, peserta didik, dan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Permasalahannya adalah
ketidaksiapan bangsa Indonesia menghadapi ketiga tantangan di atas, disebabkan
rendahnya mutu sumber daya manusianya. Untuk menghadapi tantangan itu,
diperlukan upaya serius melalui pendidikan sejak dini yang mampu meletakkan
dasar-dasar pemberdayaan manusia agar memiliki kesadaran akan potensi diri dan
dapat mengembangkannya bagi kebutuhan diri, masyarakat dan bangsa sehingga
dapat membentuk masyarakat madani. Pendidikan anak usia dini merupakan hal
paling mendasar yang dilakukan sedini mungkin dan dilaksanakan secara
menyeluruh dan terpadu. Menyeluruh, artinya layanan yang diberikan kepada anak
mencakup layanan pendidikan, kesehatan dan gizi. Terpadu mengandung arti
layanan tidak saja diberikan pada anak usia dini, tetapi juga kepada keluarga
dan masyarakat sebagai satu kesatuan layanan.
Hurlock, Elizabeth B. 1998. Psikologi Perkembangan, terj. Istiwidiyanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar